Si Jujur & Si Berani
Seorang raja yang memasuki
usia senja ingin mencari penggantinya. Berbeda dengan kebiasaan, ia tak
menunjuk anak-anak maupun pembantu terdekatnya. Ia justru memanggil para pemuda
di negeri itu dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara.
Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan
kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki
tanaman terbaik akan langsung kutunjuk menjadi raja menggantikanku!"
Seorang pemuda bernama Badu terlihat
amat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiraminya tiap hari. Tapi sampai
sebulan berlalu belum tumbuh apa-apa. Setelah 6 bulan, para pemuda mulai
membicarakan tanaman mereka yang tumbuh tinggi, namun pot Badu masih kosong.
Badu tak mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia tetap menunggu bijinya
tumbuh.
Setahun berlalu. Semua pemuda
membawa tanamannya kepada raja. Semula Badu enggan, namun ibunya mendorongnya
pergi dan berbicara apa adanya. Raja menyambut para pemuda seraya memuji
tanaman yang mereka bawa. "Kerja kalian luar biasa. Tanaman kalian bukan
main indahnya. Aku akan menunjuk seorang dari kalian menjadi raja yang
baru!"
Tiba-tiba raja yang melihat
Badu berdiri di belakang memanggilnya. Badu panik, "Jangan-jangan aku akan
dibunuh," pikirnya. Suasana kontan ricuh dengan ejekan dan cemoohan
hadirin menyaksikan potnya yang kosong. "Diam semuanya!" teriak raja.
Ia menoleh pada Badu, kemudian mengumumkan, "Inilah raja kalian yang
baru!" Semua terkejut.
Bagaimana mungkin orang yang
gagal yang menjadi raja? Raja melanjutkan, "Setahun yang lalu, aku memberi
kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan adalah biji yang sudah
dimasak dan tak dapat tumbuh. Kalian semua telah menggantinya dengan biji yang
lain. Hanya Badu yang memiliki KEJUJURAN dan KEBERANIAN untuk membawa pot
dengan biji yang kuberikan. Karena itu dialah yang kuangkat menggantikanku!
Ada 2 kata penting yang dapat
diambil dari cerita di atas. Pertama, kejujuran. Inilah dasar perilaku
seseorang. Di jaman Nabi, ada seorang yang bertobat dan ingin menata dirinya.
Tips nabi sederhana saja: "Jangan Bohong!" Orang ini senang karena
Nabi tak melarang hal-hal yang lain. "Kalau cuma jangan bohong sih
mudah," pikirnya. Maka ia pun melakukan apa yang biasa dilakukannya.
Ia mau mencuri, tapi
berpikir, "Bagaimana kalau tetanggaku menanyakan asal-usul hartaku
ini?" Iapun membatalkan niatnya. Ia ingin berselingkuh, tapi berpikir,
"Bagaimana kalau nanti keluargaku menanyakan kemana aku pergi?"
Lagi-lagi ia mengurungkan niatnya. Begitulah seterusnya. Setiap ingin melakukan
maksiat ia kontan membatalkannya.
Jadi kejujuran akan membawa
perubahan mendasar pada diri seseorang. Tapi tanpa keberanian, kejujuran takkan
membawa perubahan bagi orang banyak. Kejujuran hanya menghasilkan pengikut (follower)
bukan pemimpin. Untuk bisa merubah masyarakat dibutuhkan keberanian. Selama 32
tahun di bawah Orba, tak seorang pemimpinpun lahir (dan karenanya layak menjadi
Presiden). Bukannya kita tak punya orang-orang jujur. Persoalannya, mereka tak
berani berbeda pendapat dengan Soeharto. Saya kira tanpa keberanian seorang
Amien Rais, Soeharto masih berjaya hingga 2003.
Masalahnya, dari manakah
datangnya keberanian? Keberanian datang kalau kita mampu menaklukkan rasa
takut. Rasa takut inilah sumber segala macam kejahatan di dunia ini. Contohnya,
perasaan marah. Sebenarnya, hanya jika Anda merasa takutlah Anda akan marah.
Coba renungkan kapan terakhir kali Anda marah. Teruskan renungan Anda.
Telusurilah rasa takut yang tersembunyi di balik kemarahan Anda. Apa yang Anda
takutkan hilang dan direnggut dari diri Anda? Ketakutan itulah yang membuat
Anda marah.
Sekarang lihatlah hal-hal di
sekitar kita. Kenapa AS menyerang Afganistan? Kenapa Orba memperkaya diri dan
menzalimi rakyat? Kenapa Gus Dur mengeluarkan dekrit? Kenapa terjadi Bulogate?
Kenapa ada dongeng Raudatul Jannah? Jawaban semua pertanyaan diatas adalah:
RASA TAKUT. Jadi sebenarnya bukan kekuasaan itu yang berbahaya. Yang berbahaya
adalah rasa takut kehilangan kekuasaan!
Ada 2 hal yang membuat kita takut.
Pertama, karena kita memiliki "dosa" yang sama. Pembentukan Pansus
Bulogate berlarut-larut konon karena banyak juga partai lain yang tak bersih.
Bahkan PKB yang paling bersemangatpun kini sedang diuji keberaniannya, karena
diserang lewat kasus Gus Dur-Tommy. Kita tak berani karena kita sendiri tak
bersih.
Kedua, kita tidak berani
karena kita memilki keterikatan dan ketergantungan yang besar dengan segala
sesuatu di luar kita : keluarga, harta benda, jabatan, kawan, kesenangan, dsb.
Kenapa kita tak berani membekukan hubungan diplomatik dengan AS? Atau tak
usahlah jauh-jauh. Kenapa Anda tak berani mengeritik atasan yang jelas-jelas
berbuat salah? Kenapa Anda tak bicara apa adanya pada sahabat Anda? Rasa takut
yang ada menunjukkan bahwa kita belum mandiri. Kebahagiaan dan rasa aman kita
masih bersumber pada sesuatu di luar diri kita!
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon