Semuanya
untukmu Sendiri!
Mengapa
sebuah negeri religius bernama Indonesia dikenal sebagai negeri terkorup di
dunia? Berbagai tempat ibadah senantiasa kebanjiran pengunjung, tapi mengapa
korupsi dan kemaksiatan justru makin merajalela?
Ada
sebuah missing link di sini. Ternyata, pemahaman agama yang menggunakan
pendekatan pahala-dosa, surga-neraka, haram-halal tidak efektif. Di SCTV minggu
lalu ada sebuah berita menarik dari Medan. Seorang guru mengaji mengaku telah
memperkosa empat anak didiknya yang baru berusia 7 tahun. Dan itu dilakukannya
di kamar mandi sekolah! Bagaimana kita menjelaskan fenomena ini?
Apa
kira-kira yang berkecamuk dalam kepala guru mengaji itu? Mungkin saja ia suka
menonton video porno, memelototi goyangan Inul atau Anisa Bahar. Tapi,
mungkinkah ia tidak mengerti pahala dan dosa? Tidak mungkin! Ia bahkan
mengajarkan hal itu setiap hari. Tapi, mengapa ia nekat melakukannya bahkan
kepada muridnya sendiri?
Mari
kita buat kalkulasi rasional. Seseorang melakukan sesuatu pasti karena manfaat
atau kenikmatan yang akan ia terima lebih besar daripada ''biayanya.''
Sebaliknya kalau ''biayanya'' lebih besar daripada manfaatnya, orang pasti akan
mengurungkannya. Yang dimaksud biaya disini bukanlah semata-mata dalam bentuk
uang tapi juga harga diri, kehormatan, nama baik, image, maupun hukuman yang
akan diterimanya.
Nah,
kalau guru ini akhirnya nekad memperkosa tentunya karena kenikmatan yang
diperolehnya lebih besar ketimbang biayanya. Mari kita coba pahami jalan
pikirannya. Apa nikmatnya memperkosa orang? Mungkin si guru ingin melampiaskan
pikirannya yang sudah begitu teracuni oleh berbagai rangsangan dari luar. Tapi,
bagaimana dengan ''biayanya.''
Si
guru tentu sempat berpikir tentang pahala-dosa, surga-neraka. Ia tahu pasti tentang
hal itu. Tapi mungkin ia berpikir begini, ''Ah itu kan nanti di akhirat, masih
lama. Nggak usah dipikirin dulu. Gitu aja koq repot!". Mungkin juga ia
berpikir begini, ''Saya kan nanti bisa bertobat, bukankah Tuhan Maha Menerima
Tobat?''
Sekilas
kalkulasi si guru kelihatannya logis. Namun, ia melupakan satu hal. Ia tidak
pernah berpikir bahwa konsekuensi dari perbuatannya akan ia rasakan di dunia,
sekarang ini juga! Apa yang akan terjadi seandainya anak-anak ini melaporkan
hal ini pada orang tuanya? Bagaimana kalau seisi sekolah mengetahui
perbuatannya? Bagaimana kalau ia ditangkap polisi? Bagaimana kalau ia dipecat
dan nama baiknya hancur? Bukankah sekali lancung ke ujian seumur hidup orang
tak percaya?
Saya
kira kalau si guru memikirkan semua konsekuensi yang bakal ia terima sekarang
-- bukannya nanti di akhirat -- ia pasti akan mengurungkan niatnya. Tak mungkin
ada orang yang mau mempertaruhkan hidupnya hanya demi ''sedikit kenikmatan.''
Tak ada orang yang mau berbuat jahat kepada dirinya sendiri, apapun alasannya.
Inilah hukum alam yang perlu benar-benar kita camkan: ''Apapun yang kita
lakukan, yang baik maupun yang jahat, semuanya adalah untuk kita sendiri.''
Pemahaman
pada hukum alam ini pasti akan mengubah hidup setiap orang. Kalau kita tahu
bahwa apapun yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri, kita pasti akan
selalu berbuat baik. Ada cerita mengenai seorang petani jagung yang selalu
mendapatkan hadiah utama dalam perlombaan tani nasional. Ia mempunyai kebiasaan
membagi-bagikan biji jagung terbaiknya kepada petani-petani di sekitarnya.
Ketika
ditanya mengapa berbuat demikian, sang petani menjawab, ''Sebenarnya saya
melakukan hal itu untuk kepentingan saya sendiri. Angin menerbangkan
serbuk-serbuk dan membawanya dari ladang ke ladang. Maka kalau petani-petani di
sekitar saya menanam jagung yang mutunya lebih rendah, penyerbukan silang akan
menurunkan mutu jagung saya. Itulah sebabnya saya berusaha supaya mereka hanya
menanam jagung yang paling baik.''
Kesadaran
tentang hukum alam inilah yang akan senantiasa mendorong orang berbuat baik.
Saya mengenal seorang suami yang menelantarkan istrinya. Ia hanya
bermalas-malasan sepanjang hari, sementara istrinya membanting tulang
menghidupi kedua anaknya. Ia bahkan menolak untuk sekedar pergi membelikan susu
anaknya. Sayangnya, si suami tidak menyadari hukum alam ini. Kalau saja ia
sadar bahwa tidak ada satupun anggota keluarga istrinya yang menyukainya, ia
pasti akan mengubah sikapnya.
Saya
juga mengenal seorang bos yang luar biasa pelitnya. Bos ini senang mengakali
karyawannya dalam urusan keuangan. Kalau saja ia tahu bahwa namanya sering
diperbincangkan karyawannya setiap makan siang, ia pasti akan mengubah sikapnya
ini.
Tapi,
tahu saja belum cukup. Yang diperlukan adalah kesadaran. Banyak orang tahu
tetapi tak sadar. Kita tahu bahwa untuk menjaga kesehatan kita perlu berolah
raga, tapi kita tetap tak berolah raga. Itu artinya kita tidak sadar. Orang
yang ''tahu'' baru memahami teorinya. Sementara itu orang yang ''sadar'' adalah
orang yang telah mengalami pencerahan. Lantas, bagaimana kita bisa berubah dari
sekedar tahu menjadi sadar? Mari kita diskusikan hal ini dalam kesempatan
berikutnya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon