Perjalanan
Ke Dalam Hati
Hati
adalah tempat bertanya. Hati adalah cermin. Apa yang kita lakukan terus-menerus
akan berpengaruh dan berbekas pada hati. Hal-hal terpuji akan membuat hati
mengkilap dan cemerlang. Sementara hal-hal tercela akan membentuk asap hitam
kelam yang menumpuk sedikit demi sedikit dan membuat hati menjadi gelap-gulita.
Lama-lama
hati yang gelap akan menebal dan terkunci. Ini menghalangi kita melihat
kebenaran. Karena itu kita perlu membersihkan hati kita dari benih-benih
penyakit hati. Ada tiga penyakit yang paling sering menghinggapi hati kita. Ini
juga adalah tiga dosa paling awal sejak keberadaan manusia.
Pertama,
sombong dan arogan. Ini adalah penyakit iblis yang menolak ketika diperintahkan
bersujud pada Adam. ''Ia diciptakan dari tanah, sedangkan aku dari api,'' ujar
Iblis. Ini sikap rasialis seperti yang ditunjukkan oleh Hitler maupun rezim
Apharteid di Afrika Selatan.
Tanpa
sadar kita pun sering merasa lebih mulia dari orang lain semata-mata karena
faktor SARA. Penyakit sombong sering muncul dalam bentuk merasa lebih penting,
lebih tahu, lebih benar, dan lebih taat, dari orang lain. Perasaan paling tahu
dan paling benar membuat kita menutup telinga. Kita tak merasa perlu
mendengarkan orang lain. Kita justru sibuk memaksakan ''agenda'' kita pada
orang lain.
Akar
dari sombong adalah kebiasaan membanding-bandingkan diri kita (comparing)
dengan orang lain. Membanding-bandingkan akan membuat kita terombang-ambing.
Kita merasa super kalau berhadapan dengan orang yang ada di bawah kita, tapi
ironisnya kita akan merasa rendah diri di saat yang sebaliknya. Padahal
satu-satunya perbandingan yang baik adalah membandingkan diri Anda terhadap
potensi Anda sendiri.
Kedua,
serakah. Ini penyakit Adam yang tetap memakan pohon yang dilarang Tuhan.
Padahal ada berjuta-juta pohon yang disediakan dan hanya satu pohon itu yang
dilarang.
Akar
serakah adalah scarcity mentality (mentalitas kelangkaan), yaitu perasaan bahwa
segala sesuatu sangat terbatas, sehingga berprinsip 'Saya akan mengambil bagian
saya dulu sebelum kehabisan.'
Orang
serakah menganggap dunia seperti sepotong kue. ''Kalau Anda mendapatkan
potongan besar, sisanya tinggal sedikit untuk saya.'' Karena itu, saya akan
mengambilnya dulu. Semua persoalan yang kita hadapi di negara ini, baik KKN,
upah minimum yang tak cukup untuk hidup layak, atau persoalan tarik-ulur
otonomi daerah, sebenarnya berakar dari keserakahan, yaitu keinginan menguasai
dan tiadanya keinginan untuk berbagi dengan pihak lain.
Ketiga,
penyakit iri dan dengki. Ini penyakitnya Qabil yang merasa iri terhadap Habil
yang mendapatkan istri lebih cantik. Akar penyakit ini adalah kecenderungan
kita untuk selalu bersaing (competing) dengan orang lain. Kita memandang dunia
sebagai medan pertempuran. Kita memandang setiap orang sebagai pesaing kita.
Karena itu kita berjuang mengalahkan mereka. Kita ingin lebih pandai, lebih
hebat, dan lebih populer. Kita berduka melihat orang lain sukses. Kita sedih
melihat kawan naik pangkat. Kita pusing melihat tetangga membeli mobil baru.
Orang yang bermental seperti ini tak perduli dengan prestasinya sendiri. Yang
penting, ia lebih tinggi dari orang lain.
Bangsa
kita dipenuhi manusia-manusia yang mengidap penyakit ini. Saya biasa
menyingkatnya dengan AIDS (Arogan, Iri, Dengki, Serakah). Itu sebabnya masalah
kita tak kunjung usai. Tapi daripada melihat orang lain, marilah kita melihat
diri kita sendiri. Karena, bukan mustahil kita pun ''terinfeksi'' penyakit AIDS
ini.
Jangan
lupa, kepemimpinan selalu dimulai dari diri sendiri. Karena itu, mulai lah
melakukan perjalanan ke dalam. Yaitu, menyelami hati kita masing-masing dan
mendeteksi adanya benih-benih AIDS ini dalam hati kita.
Awalnya
pasti sulit. Saya teringat kata-kata mantan Sekjen PBB, Dag Hammersjold, yang
banyak melakukan perjalanan antarnegara dan antarbenua. ''Perjalanan yang
paling panjang dan paling melelahkan adalah perjalanan masuk ke dalam diri kita
sendiri.''
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon